spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Transformasi STITEK Menuju Universitas (3-Habis): Jalan Panjang dan Target 2026

Diskusi berlanjut pada sesi berikutnya dengan narasumber kedua, Zaini, Ketua STITEK Bontang. Jika pada sesi sebelumnya Henriette Minerva Wenno memaparkan batas-batas regulasi yang ketat dan tak bisa ditawar dalam perubahan bentuk perguruan tinggi, maka Zaini berbicara dari sisi STITEK. Dari pengalaman, dari proses panjang, dan dari optimisme yang tumbuh karena ikhtiar yang konsisten.

Zaini tidak berbicara dalam bahasa regulasi, melainkan bahasa perjalanan. Ia membuka dengan sejarah. Bahwa transformasi STITEK menuju universitas bukan gagasan yang baru muncul belakangan, melainkan cita-cita lama yang sudah dirawat sejak lebih dari satu dekade lalu. “Ini bukan mimpi yang muncul semalam. Ini mimpi yang ditulis, disimpan, lalu dikerjakan pelan-pelan,” ujarnya.

Upaya perubahan bentuk STITEK, kata Zaini, telah dirintis sejak 2013. Berbagai persyaratan dicoba dipenuhi, meski tidak selalu berhasil di setiap fase. Ada waktu-waktu ketika rencana harus ditunda, ada masa ketika kesiapan belum sepenuhnya terpenuhi. Namun satu hal tidak pernah berhenti: ikhtiar.

Penguatan kelembagaan, penataan arah keilmuan, penambahan program studi, hingga upaya memenuhi syarat lahan kampus dilakukan secara bertahap. Zaini tidak menutup-nutupi bahwa persoalan lahan menjadi tantangan besar. Hingga kini, STITEK masih beroperasi dengan kampus sewa yang kapasitasnya terbatas—sebuah kondisi yang menurutnya jelas tidak ideal jika ingin naik kelas menjadi universitas.

Baca Juga:   Wajah Baru Pasar Pagi: Modern, Bersih, dan Dinanti Warga Samarinda

Dalam paparannya, Zaini juga menyampaikan target waktu yang realistis. Tahun 2026 disebut sebagai momentum yang diharapkan menjadi titik perubahan bentuk STITEK menuju universitas. Target ini, menurutnya, disusun dengan mempertimbangkan tahapan yang masih harus diselesaikan, mulai dari pemenuhan persyaratan kelembagaan hingga kesiapan infrastruktur, termasuk rencana pembangunan kampus baru yang lebih representatif. “Targetnya bukan sekadar berubah nama. Tapi berubah dengan kesiapan yang utuh,” ungkapnya.

Zaini kemudian menjelaskan perubahan arah keilmuan STITEK. Pada awal berdiri, STITEK hanya mengelola dua program studi: Teknik Elektro dan Teknik Informatika. Keduanya berada dalam satu rumpun ilmu teknik. Dalam kerangka universitas, kondisi itu jelas belum cukup.

Masuknya Program Studi Sistem Informasi dan Bisnis Digital pada 2024, menurut Zaini, bukan hanya menambah jumlah prodi. Itu adalah langkah strategis untuk memperluas mandat keilmuan. Dengan hadirnya Bisnis Digital, STITEK mulai masuk ke rumpun ilmu sosial, sehingga tidak lagi bertumpu pada satu rumpun semata.

Paparan target perubahan bentuk STITEK pada 2026 dalam forum sosialisasi. Foto: Agus S

Dengan empat program studi aktif saat ini, Zaini menyampaikan satu fakta penting yang menjadi titik optimisme di forum tersebut. Untuk memenuhi komposisi minimal universitas, STITEK hanya membutuhkan satu program studi lagi. Program studi Kewirausahaan telah diajukan dan saat ini berada dalam proses, menunggu izin operasional. “Artinya prosesnya sudah berjalan. Tinggal satu yang kita tunggu,” katanya.

Baca Juga:   Belajar dari Kisruh Ajudan Gubernur Kaltim: Wartawan Perlu Difasilitasi, Bukan Dibatasi

Pernyataan itu menegaskan bahwa transformasi STITEK bukan wacana. Sudah berjalan di jalur administratif dan substansial, selaras dengan ketentuan yang sebelumnya dipaparkan Henriette. Optimisme yang disampaikan Zaini pun tidak berdiri berlawanan dengan regulasi. Justru sebaliknya. Perubahan bentuk, menurutnya, hanya mungkin dilakukan jika seluruh syarat dipenuhi dan bertahap. Tanpa melompat, tanpa jalan pintas.

Optimisme internal tersebut juga diperkuat dukungan eksternal. Dalam paparannya, Zaini menayangkan dokumentasi visual di layar yang memperlihatkan sinergi STITEK dengan sejumlah pemangku kepentingan strategis di Kota Bontang. Tampak kebersamaan dan kolaborasi dengan Pemkot Bontang, manajeman PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), serta PT Badak NGL.

Zaini memaparkan visi percepatan perubahan bentuk STITEK menuju universitas. Foto: Agus S

Zaini menekankan, keterlibatan aktif para stakeholder ini menjadi modal penting untuk memastikan setiap program berjalan berkelanjutan, terukur, dan selaras dengan kebutuhan daerah, terutama dalam konteks penyerapan lulusan dan relevansi dunia kerja. Karena bagi STITEK, transformasi kelembagaan harus berjalan beriringan dengan manfaat nyata bagi masyarakat.

Pandangan tersebut kemudian mendapat penguatan dari sisi yayasan. Usai kegiatan, Ketua Pembina Yayasan Pendidikan Bessai Berinta, Yhenda Permana, menyampaikan bahwa yayasan menargetkan proses perubahan ini dapat segera terealisasi.

Baca Juga:   Roadshow Pengurus BMPS Kaltim (2-Habis): Bertemu Wagub Kaltim, Menyatukan Arah Kesetaraan Mutu Swasta–Negeri

“STITEK ingin terus berkembang dan memberi kesempatan seluas-luasnya bagi anak-anak Bontang. Targetnya, seluruh persyaratan dapat segera kami penuhi,” tegas Yhenda.

Tampilan desain rencana kampus baru STITEK Bontang. Foto: Agus S

Ia menjelaskan bahwa STITEK telah beroperasi sejak 2005 dan kini memiliki tujuh program studi. Jumlah tersebut menjadi salah satu prasyarat penting dalam peningkatan status kelembagaan menuju universitas pada periode 2025–2026. “STITEK sudah memenuhi syarat awal. Tinggal memastikan kesiapan tata kelola akademik dan keberlanjutan mutu,” tambahnya.

Pernyataan Yhenda menegaskan bahwa optimisme yang dibangun di level kampus tidak berdiri sendiri. Ada komitmen yayasan selaku badan penyelenggara yang berjalan seiring, dengan kesadaran bahwa perubahan bentuk perguruan tinggi bukan sekadar soal izin, melainkan soal keberlanjutan dan tanggung jawab jangka panjang.

Dari keseluruhan sesi ini, satu kesan menguat. STITEK tidak sedang bermimpi. STITEK sedang berjalan. Jalannya mungkin panjang. Kadang tersendat. Tetapi arahnya jelas. Menuju 2026.

Transformasi STITEK menuju universitas memang belum selesai. Namun dari diskusi ini, satu hal menjadi terang: optimisme itu tidak hanya diucapkan, tetapi sedang dikerjakan. (habis)

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img