Minggu (19/10/2025) sore, suasana di Mapolsek Samarinda Kota berubah panik. Dari 30 tahanan yang semula menghuni sel, hanya tersisa 15 orang.
Di balik kloset kamar mandi, petugas menemukan lubang berdiameter sekitar 35–40 sentimeter. Bukti bagaimana belasan tahanan meloloskan diri satu per satu lewat jalur tak lazim.
Rencana pelarian ini ternyata sudah disusun sejak Jumat (17/10). Para tahanan bekerja dalam “shift”. Sebagian menggali, sebagian mengalihkan perhatian petugas.
Dinding beton setebal hampir 30 sentimeter dikikis menggunakan pipa jemuran dan paku logam yang dimodifikasi. Hasilnya: satu lubang kecil membuka jalan menuju gang belakang Polsek. Rekaman CCTV yang beredar bahkan memperlihatkan mereka berjalan santai melewati permukiman warga tanpa tanda-tanda tergesa.
Langkah cepat kepolisian patut diapresiasi. Dalam waktu lima jam, enam tahanan berhasil ditangkap, dan hingga keesokan harinya jumlahnya bertambah menjadi sepuluh tahanan. Salah satu di antaranya diduga otak pelarian.
Aparat juga memperketat pengawasan di terminal, pelabuhan, hingga bandara. “Kami sudah sebar foto dan identitas mereka ke seluruh jajaran,” ujar Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar kepada wartawan. Sebagian besar berhasil diamankan, sementara lima orang masih dalam pengejaran.
Kapolda Kaltim Irjen Pol Endar Priantoro turut turun tangan. Ia menyoroti keberadaan benda keras seperti pipa dan paku di ruang tahanan. Seharusnya tidak boleh ada. “Benda seperti itu jelas kelalaian. Kami akan evaluasi total sistem pengamanan,” tegasnya.
Untuk sementara, seluruh tahanan dipindahkan ke Mapolresta Samarinda, sementara sel Polsek dikosongkan untuk pemeriksaan struktur dan keamanan.
Namun di balik langkah cepat itu, ada pertanyaan yang masih mengganjal. Mengapa kejadian seperti ini terus berulang? Sebab, dalam dua dekade terakhir, Samarinda mencatat setidaknya enam kasus tahanan kabur dengan pola serupa. Lewat plafon, pintu utama, hingga dinding kamar mandi.

Setiap kali terjadi, narasi evaluasi atas kejadian tersebut selalu muncul. Tapi celah di balik jeruji seolah tak pernah benar-benar tertutup.
Bangunan Polsek Samarinda Kota memang sudah tua. Sebagian masuk kategori cagar budaya. Faktor ini kerap membuat proses renovasi dan modernisasi terhambat. Padahal, fungsi ruang tahanan menuntut adaptasi keamanan baru.
Dari dinding yang diperkuat hingga sistem CCTV dan kontrol digital yang aktif 24 jam. Tanpa pembaruan struktural, “evaluasi” hanya akan jadi formalitas yang diulang tiap kali lubang baru ditemukan.
Warga sekitar Polsek pun sempat panik malam itu. “Kami takut mereka sembunyi di lingkungan sini, jadi pintu kami kunci rapat,” kata Yani, salah seorang warga. Pedagang di sekitar lokasi juga ikut cemas. “Kami percaya polisi cepat tangani, tapi kalau bisa dindingnya dibeton lagi, jangan cuma ditambal,” ujar Rahim.
Kejadian ini bukan sekadar soal tahanan kabur, tetapi tentang lemahnya pengelolaan keamanan. Polisi sudah bertindak cepat, namun masyarakat menunggu pembenahan nyata agar hal serupa tak terulang.
Keamanan harus dijaga dengan disiplin, pengawasan ketat, dan tanggung jawab bersama. Bukan hanya soal memperbaiki bangunan, tapi memastikan setiap petugas memahami pentingnya kewaspadaan dalam menjaga kepercayaan publik. (*)
Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.




