Dua kali Pekan Olahraga Wartawan Daerah (Porwada) digelar di Samarinda, saya absen. Tapi kali ini berbeda. Porwada ke-3 digelar di Bontang, kota yang saya cintai. Tempat saya pernah ditugaskan oleh perusahaan untuk membangun koran daerah pada 2010 silam. Dari kota inilah banyak kisah dan jaringan jurnalistik saya tumbuh dan mengakar.

Pada Kamis (16/10), saya sebenarnya memiliki agenda sidang di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan. Namun, begitu tahu Porwada akan digelar di Bontang, saya sudah niatkan diri tidak meninggalkan Bontang hingga acara Porwada selesai Minggu (19/10). Urusan sidang saya percayakan kepada kolega hukum saya, H. Arief Widagdo Soetarno. Apalagi, Ketua PWI Bontang, Suriadi Said, sudah berpesan sejak awal, “Pak Agus wajib hadir.” Saya tahu, itu bukan sekadar undangan, tapi panggilan hati dan bentuk kewajiban moral.
Dan benar saja, Jumat (17/10) malam, suasana Bontang terasa berbeda. Halaman rumah jabatan Wali Kota sudah dipenuhi kendaraan. Dari kejauhan, tampak rombongan wartawan dari Samarinda, Balikpapan, Kutim, Paser, PPU, Kubar, hingga Berau berdatangan dengan jaket kontingen masing-masing.

Suasananya ramai, tapi tetap akrab. Wartawan dari berbagai daerah saling menyapa dan bercengkerama seperti sahabat yang sudah lama tak bertemu. Saya pun berkesempatan menjumpai rekan-rekan lama, baik wartawan senior maupun yunior dari berbagai kabupaten dan kota. Beberapa kepala biro Media Kaltim juga tampak hadir, ikut ambil bagian dalam gelaran Porwada tahun ini.
Di depan panggung utama, pemandu acara mulai memanggil tiap kontingen untuk melakukan defile dengan yel-yel khas yang menyuarakan semangat dan kebanggaan tiap daerah.
Sebelum defile dimulai, acara dibuka dengan penampilan tari modern oleh penari muda Bontang. Gerakan mereka kompak, mengikuti irama musik yang berenergi. Penampilannya menghidupkan suasana, menjadi pembuka yang pas untuk malam pembukaan Porwada.
Setelah itu, satu per satu kontingen naik ke panggung. Beberapa datang mengenakan pakaian adat, sementara yang lain tampil dengan seragam olahraga khas daerahnya.
Ketika kontingen Berau tampil, suasana semakin meriah. Mereka membawa maskot berbentuk penyu berwarna hijau. Mengenakan baju kuning bermotif khas daerah dan ikat kepala berlogo lambang daerah. Bentuknya menyerupai penyu hijau, fauna khas Kabupaten Berau yang langsung menarik perhatian peserta. Maskot itu melambai ke arah peserta lain, disambut tepuk tangan dan sorakan dari berbagai kontingen.
Layar LED di belakang panggung menampilkan visual khas dari tiap daerah. Ada yang memperlihatkan panorama laut, hingga suasana kota. Semua ditampilkan bergantian sesuai identitas kontingen masing-masing.
Saat giliran PWI Bontang tampil, tepuk tangan terdengar lebih panjang. Rombongan tuan rumah tampil semangat. Wajah-wajah muda PWI Bontang tampak ceria, memperlihatkan energi baru di tubuh pers lokal.

Wali Kota Bontang, dr. Neni Moerniaeni, membuka acara dengan semangat khasnya. “Bukan soal medali, tapi rasa persaudaraan,” ucapnya lantang setelah memukul gong tanda dimulainya Porwada.
Dari sambutannya malam tadi, saya menangkap satu hal penting: olahraga hanyalah medium, tapi kebersamaan adalah tujuannya.
Neni juga mengenang Bontang di akhir 1980-an, saat dirinya masih dokter muda dan belum ada Jembatan Mahakam. Ia berbagi pandangan tentang bagaimana Bontang tumbuh menjadi kota industri jasa yang berkelanjutan.

Ia menekankan pentingnya kesehatan bagi wartawan yang setiap hari bergelut dengan layar dan tekanan waktu. “Sehat itu pilihan,” katanya. “Dan Porwada ini adalah cara kita memilih untuk tetap sehat dan bahagia.”
Sementara Ketua PWI Kaltim, Abdurrahman Amin, menyebut Porwada bukan sekadar event olahraga, melainkan “lebarannya wartawan.” Ia ingin Porwada menjadi ajang regenerasi, tempat munculnya wajah-wajah baru jurnalis muda Kaltim. “Kita ingin energi baru tumbuh di dunia pers, bukan hanya nama-nama lama yang terus terdengar,” katanya, disambut tepuk tangan.
Sementara Ketua PWI Bontang, Suriadi Said, melaporkan bahwa 260 wartawan dari sembilan kabupaten/kota ikut bertanding di sembilan cabang olahraga. Mulai dari catur, badminton, tenis meja, hingga lomba jurnalistik. “Kalau seminggu penuh, nanti di daerah tak ada berita,” ujarnya sambil tertawa.

Gong pembukaan Pupuk Kaltim Porwada 2025 akhirnya ditabuh Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni bersama Forkopimda, dan perwakilan manajemen Pupuk Kaltim sebagai sponsor utama. Momen ini menandai dimulainya pekan olahraga wartawan.
Tak lama kemudian, suasana berubah menjadi euforia. Lampu disorotkan ke tengah ruangan, musik DJ lokal menggema, dan para wartawan bangkit dari kursinya, menari bersama. Tak ada lagi sekat antara panitia, peserta, dan tamu. Semua larut dalam suasana hangat penuh tawa dan persaudaraan.
Ada rasa bangga melihat Bontang menjadi titik temu ratusan wartawan dari berbagai daerah di Kaltim. Porwada bukan soal siapa yang menang, tapi bagaimana kebersamaan tumbuh di antara sesama pewarta. Malam tadi, saya melihat sendiri makna kalimat lama yang selalu relevan: pers itu pemersatu. (*)
Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.



                                    

