Pagi ini (19/7), di grup redaksi Media Kaltim, muncul video berdurasi 43 detik. Isinya mengejutkan: plafon di dalam Big Mall Samarinda runtuh. Videonya cepat menyebar, tak hanya di lingkaran media, tapi juga di berbagai grup WhatsApp dan platform media sosial.
Namun saya belum naikkan video dan beritanya. Saya sudah tugaskan tim redaksi verifikasi dan klarifikasi di lapangan. Kami perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi, bukan sekadar ikut menyebar video viral tanpa kejelasan sumber.
Sampai pagi ini, klarifikasi resmi dari pihak manajemen Big Mall belum juga keluar. Tapi sementara kami menunggu konfirmasi, publik sudah lebih dulu bereaksi.
Komentar netizen meledak! Mulai dari yang prihatin, menyarankan ditutup sementara, sampai yang mengaitkan dengan hal mistis.
Saya tonton ulang videonya. Runtuhnya plafon ini bukan perkara sepele. Material plafon menjebol sisi atap bagian dalam dan menghantam area permainan anak serta beberapa tenant. Bayangkan kalau kejadian ini terjadi saat jam operasional—bisa berujung fatal. Dalam kondisi mall sedang tutup saja sudah cukup bikin panik, apalagi kalau terjadi saat ramai pengunjung.

Kita belum lupa, Big Mall baru saja dilanda dua kebakaran beruntun. Pertama pada 3 Juni, lalu disusul 16 Juli 2025, hanya dua hari sebelum plafon ambruk ini. Titik kebakaran berasal dari lokasi yang sama: lantai 3, tenant fashion wanita. Dugaan sementara, korsleting listrik. Tapi hasil investigasi resmi dari tim Labfor belum juga diumumkan.
Runtuhnya atap ini bukan lagi isyarat. Ini peringatan keras. Manajemen dan pemerintah tak bisa pura-pura tidak tahu.
Yang ramai bukan cuma videonya, tapi juga kolom komentar netizen dari postingan yang diugguh akun-akun instagram. Ada yang sinis, ada yang mistis, ada yang serius. Sebagian menyalahkan kelalaian konstruksi. Sebagian lagi menyarankan ruqyah. Bahkan ada yang menyebut, “Sudah tiga kali kejadian, tutup saja dulu!”
Komentar itu bukan omong kosong. Itu suara resah publik. Tiga kejadian dalam 45 hari. Bukan main-main.
Saya tidak ingin ikut berspekulasi. Tapi fakta di lapangan sudah cukup bicara. Ini bukan lagi soal musibah, tapi soal tata kelola risiko. Soal pengawasan. Soal siapa yang harus bertanggung jawab.
Big Mall adalah sumber nafkah bagi ratusan orang—tenant, pegawai, petugas kebersihan, pengunjung. Sekali lalai, nyawa bisa melayang.
Pemkot dan DPRD Samarinda harus turun sekarang. Audit total: kelistrikan, proteksi kebakaran, semua. Jangan tunggu ada korban.
Manajemen juga jangan mengulur waktu. Kalau memang harus tutup sementara untuk renovasi besar-besaran, tutup saja. Jangan kejar untung kalau nyawa taruhannya.
Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.
Pemimpin Redaksi Media Kaltim