BALIKPAPAN – Seorang pengusaha di Kota Samarinda, Irma Suryani mendatangi Makopolda Kaltim untuk memenuhi panggilan sebagai saksi atas kasus dugaan penggelapan surat-surat berharga milik rekan bisnisnya berinisial NU, pada Rabu (7/8).
Irma Suryani yang tiba di Makopolda Kaltim sekitar pukul 10.45 Wita didampingi oleh Kuasa Hukumnya, Jumintar Napitupulu langsung menuju ruang penyidik Ditkrimum Polda Kaltim. Dan setelah lebih kurang 2 jam dilakukan pemeriksaan, Irma keluar meninggalkan ruang penyidik.
Kuasa Hukum Irma Suryani, Jumintar Napitupulu, SH dari Kantor Hukum ROMA D. H. PASARIBU, SH.,MH & REKAN mengatakan, dalam pemeriksaan sebagai saksi ini kliennya dicecar dengan 21 pertanyaan. Namun, semuanya di jawab dengan tegas dan lugas.
“Ini adalah laporan tandingan ke klien kami, yang dimana dulu klien kami telah melaporkan lebih dulu NU atas dugaan cek kosong namun sudah di SP3 dengan alasan bukan merupakan tindak pidana cek kosong yang sampai saat ini SP3-nya tidak pernah diserahkan turunannya kepada kami selaku pelapor,” ujarnya.
Yang membuatnheran pihaknya, justru laporan dari NU dengan tuduhan Pasal 368 dan Pasal 369 KUHP terus berjalan sampai saat ini. Kendati sangat jelas bahwa laporan itu timbul sebagai akibat dari laporan cek kosong.
Lebih lanjut Jumintar Napitupulu menjelaskan, dalam kasus ini telah terjadi pengalihan penanganan kasus. Dimana semula kasus ini ditanganin bagian Kamneg (Keamanan Negara) namun kini dialihkan ke Jatanras Ditkrimum Polda Kaltim termasuk dengan Surat Perintah Penyidik (Sprindik) yang baru.
“Kami berharap ada transparansi dalam kasus ini. Jangan sampai ada titipan, apalagi ada informasi 3 orang Mabes Polri sampai turun ke Polda Kaltim perihal kasus ini,” jelasnya.
Seperti diketahui, kasus ini bermula di tahun 2016 saat Irma Suryani melakukan kerjasama dengan NU dalam bisnis solar. Dalam kerjasama tersebut dijelaskan bahwa akan ada pembagian fee sebesar 60:40 selama 4 bulan.
Namun sayangnya hingga waktu yang ditentukan, NU mengingkari kerjasama tersebut. Irma sebagai pemilik modal tidak mendapatkan apa-apa dan akhirnya ia menagih janji kerjasama tersebut. NU tidak bisa memenuhi, pada Desember 2016 diserahkan cek dari PT. Nurfadiah Jaya Angkasa yang dimana Komisaris atas nama Hasanuddin mas’ud dan Direktur atas nama Nurfadiah ke Irma Suryani. Dan pada Maret 2017 dilakukan clearing oleh Irma sebanyak 3 kali, ternyata cek tersebut kosong. Bahkan keterangan dari bank, statusnya saldo tidak mencukupi.
Atas dasar itu Irma menagih NU kembali. Dan pada 2018, NU menyerahkan 6 sertifikat 5 BPKB (aset) dengan istilah itu adalah jaminan.
Bergulirnya waktu hingga 2020, NU tidak juga memenuhi pembayaran ini, hingga April 2020 Irma pun melaporkan NU ke Polda Kaltim dengan kasus dugaan penipuan cek kosong. Tetapi, NU juga membuat laporan kepada Irma Suryani atas dugaan perampasan aset miliknya.
“Disini jelas klien saya mengalami kerugian Rp 2,7 M. Klien saya cuma minta kembalikan saja uangnya selesai persoalan,” tegas Jumintar Napitupulu.
Sementara itu Irma Suryani mengatakan, dirinya berharap ada keadilan dan kejelasan atas kasus yang dialaminya ini. Pasalnya, ia yang merupakan pelapor atas kasus dugaan cek kosong, kini menjadi terlapor atas kasus dugaan perampasan aset berupa Sertifikat dan BPKB milik pelapor NU, padahal surat-surat berupa Sertifikat dan BPKB tersebut berada ditangan terlapor karena diserahkan secara langsung oleh pelapor, jadi bukan seperti yang dituduhkan, yakni diperoleh karena dirampas disertai dengan ancaman kekerasan.
“Sama sekali itu tidak benar dan tidak berdasar. Yah, polisi harus transparansi lah, jangan ada titipan atau embel-embel atau tekanan dari Mabes Polri karena kasus ini,” tutupnya.
Penulis: Aprianto