BALIKPAPAN – Setelah aksi 177 yang dilakukan di Monas mulai muncul banyakkomunitas ojol lainnya yang berani menyuarakan bahwa mereka tidak sepakat dengan opini yang beredar selama ini yaitu komisi harus turun dari 20% menjadi 10%. Isu penurunanpotongan komisi dari aplikator transportasi online kembali menjadi sorotan nasional,menyusul berbagai desakan agar skema potongan diturunkan dari 20 persen menjadi hanya10 persen.
Namun di Balikpapan, delapan komunitas driver ojek online (ojol) justru mengambil sikap sebaliknya. Mereka secara tegas menyatakan penolakan terhadap wacana tersebut dan mendukung penuh keberlanjutan potongan komisi 20 persen seperti yang saat ini berlaku.
Kedelapan komunitas tersebut antara lain EL Bangor Independen, Bubuhan Bengawan Community (BBC), Black Cobra, Grab Sepinggan Community (GSC), Jawara Alfa, Ngalong Reborn, Seven Kopi Grab Car, Grab Driver Arizona, serta sejumlah komunitas informal lainnyayang secara aktif beroperasi di wilayah Balikpapan dan sekitarnya.
Jumlah total anggota dari seluruh komunitas ini mencapai ribuan driver aktif, yang setiap hari menggantungkan hidup dari pesanan yang masuk melalui platform digital.
Menurut mereka, fokus seharusnya tidak sekedar pada besar kecilnya potongan komisi, melainkan pada sejauh mana sistem memberikan perlindungan, layanan, dan kestabilan kerja bagi para mitra. Mereka menilai bahwa selama ini, potongan 20 persen yang diterapkan aplikator seperti Grab masih dalam taraf wajar karena diimbangi dengan berbagai manfaat yang nyata dan dibutuhkan pengemudi di lapangan.
Ketua Komunitas EL Bangor Independen, Johan Lubis, mengatakan bahwa pengemudiaktif tidak mempersoalkan sistem yang berlaku selama order tetap stabil dan aplikator terusmemberikan dukungan yang memadai.
“Potongan komisi 20 persen bukan masalah besar selama order masih terjaga dan gacor.Kami juga mendapat asuransi kecelakaan, layanan customer service yang responsif, programGrabBenefits, hingga Satgas bantuan yang sigap di lapangan. Itu yang paling kami butuhkansebagai driver,” ujarnya, Jumat (18/7/2025).
Senada dengan Johan, Agus Dwiyanto dari Bubuhan Bengawan Community menyampaikan bahwa isu komisi seharusnya dilihat dari sudut pandang keberlangsungan ekosistem, bukanhanya dari sudut penghasilan harian. Menurutnya, banyak pelaku UMKM di Balikpapan yang juga menggantungkan penjualannya pada jasa pesan antar makanan dan barang yang difasilitasi oleh aplikator.
“Sistem ini tidak hanya soal driver. Kami bekerja sama dengan warung makan, kedai kopi,bahkan toko sembako yang ikut tumbuh bersama platform digital. Kalau sistemnya diganggu,dampaknya ke semua lini,” jelas Agus.
Komunitas Grab Sepinggan Community (GSC), yang dipimpin oleh Sujiran, juga mengingatkan bahwa suara dari pengemudi aktif semestinya menjadi prioritas dalam pengambilan kebijakan. Ia menilai banyaknya opini yang berkembang justru datang dari pihak-pihak yang sudah tidak aktif di lapangan.
“Kami mohon Kementerian Perhubungan untuk tidak terlalu menanggapi suara dari mereka yang tidak lagi terjun langsung di dunia ini. Mereka sering menimbulkan kegaduhan yang justru merugikan kami para driver aktif yang hanya ingin mencari nafkah dengan tenang,” tambah Sujiran.
Mario, Ketua Komunitas Ngalong Reborn, menyoroti bahwa perubahan sistem yang tidak dirancang dengan kajian menyeluruh bisa menimbulkan kerugian struktural bagi mitra. Ia menyebut, jika potongan komisi diturunkan tetapi layanan dan manfaat ikut dipangkas, maka mitra justru akan kesulitan.
“Jangan hanya menurunkan komisi tapi mengorbankan semua benefit yang ada. Saat inikami sudah merasa cukup terlindungi. Kalau komisi dipangkas dan manfaat ikut hilang, ituakan mengganggu sistem yang selama ini sudah berjalan dengan baik,” ujar Mario.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Nico dari komunitas Seven Kopi GrabCar, yang menilai bahwa komisi 20 persen adalah bentuk pembagian risiko yang adil antara perusahaan dan mitra driver. Ia menyebut bahwa selama sistem bisa menjaga kestabilan order dan terus menghadirkan inovasi layanan, maka potongan itu masih dapat diterima dengan baik.
“Kami tidak meminta dimanjakan, tapi kami ingin sistem yang terbukti sehat tetap dijaga.Jangan mengorbankan keseimbangan hanya untuk sebuah kebijakan yang belum tentumembawa hasil lebih baik,” kata Nico.
Sementara itu, Grab Driver Arizona, yang dikenal sebagai komunitas dengan jumlah anggota terbanyak di Balikpapan (50 driver aktif), juga mengingatkan bahwa keamanan kerja dan dukungan operasional jauh lebih penting dari pada sekadar menuntut angka yang lebih rendah. Miftahul Hadi Purnomo, Ketua komunitas tersebut, menyebut bahwa sistem saat ini telah membuat para pengemudi merasa lebih aman.
“Dengan potongan 20 persen, kami mendapat banyak hal yang tidak bisa dihitung hanya darisisi uang. Ada perlindungan hukum, ada satgas di lapangan, dan ada dukungan komunitas.Ini yang membuat kami bisa bekerja lebih tenang,” jelasnya.
Dalam pernyataan bersama yang disampaikan ke Kementerian Perhubungan, delapan komunitas ini menyatakan harapan agar pemerintah mendengar langsung suara dari para pengemudi aktif. Mereka menegaskan bahwa sistem yang sudah stabil jangan diubah hanya karena desakan yang tidak merepresentasikan mayoritas mitra driver.
“Yang kami butuhkan bukan potongan yang lebih kecil, tapi sistem yang kuat, adil, danberkelanjutan. Kami hidup dari kerja keras setiap hari di jalan, dan sistem saat ini masih bisamenopang kami. Jangan rusak itu dengan kebijakan yang gegabah,” tegas mereka dalam penutupan pernyataan sikap.
Mereka juga mengajak komunitas driver di seluruh Indonesia untuk bersatu menyampaikan aspirasi yang jujur dan berbasis realitas lapangan. Sebab, menurut mereka, keberlangsungan platform digital transportasi tidak hanya berdampak pada mitra pengemudi, tapi juga kepada keluarga mereka, mitra usaha kecil, hingga konsumen di berbagai pelosok negeri.
Oleh karenanya, komunitas-komunitas ini memutuskan untuk tidak turun ke jalan 21 Juli 2025 nanti yang diinisiasi oleh Garda, karena tidak sepaham dengan hati nurani mereka.
Penulis: Aprianto




