spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Juni 2025, Balikpapan Alami Inflasi Sedangkan PPU Alami Deflasi

BALIKPAPAN – Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Balikpapan tercatat mengalami inflasi dibanding bulan sebelumnya. Hasil rilis Badan Pusat Statistik (BPS), Kota Balikpapan tercatat mengalami inflasi sebesar 0,82% (mtm). Sementara itu, inflasi tahun kalender Januari-Juni 2025 Kota Balikpapan mencapai 2,16% (ytd). Selanjutnya secara tahunan, IHK Kota Balikpapan tercatat inflasi sebesar 1,77% (yoy), lebih rendah dibandingkan nasional yang tercatat inflasi 1,87% (yoy), namun lebih tinggi dibanding inflasi gabungan 4 Kota di Provinsi Kalimantan Timur yang tercatat inflasi 1,62% (yoy), serta masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional (2,5%±1%).

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Balikpapan, Robi Ariadi, mengatakan bahwa kelompok penyumbang inflasi terbesar di Kota Balikpapan terutama dikontribusikan oleh kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau, dengan andil inflasi sebesar 0,40% (mtm). Adapun lima komoditas yang menyumbang inflasi di Kota Balikpapan pada periode Juni 2025 yaitu angkutan udara, beras, bimbingan belajar, bahan bakar rumah tangga, dan kacang panjang.

“Peningkatan tarif angkutan udara didorong oleh permintaan yang meningkat, akibat adanya beberapa periode libur sepanjang bulan Juni 2025 (termasuk HBKN Idul Adha) yang beririsan dengan akhir pekan (long weekend),” ujarnya, Senin (7/7/2025).

Lebih lanjut Robi menjelaskan, beras mengalami kenaikan harga didorong oleh pasokan yang terbatas, di tengah permintaan yang cenderung tetap. Kenaikan harga bahan bakar rumah tangga disinyalir disebabkan pengecer yang menaikkan harga , seiring dengan ketersediaan pasokan yang terbatas di pangkalan resmi.

Kenaikan tarif bimbingan belajar disebabkan oleh naiknya permintaan untuk bimbingan belajar secara privat menjelang ujian masuk perguruan tinggi negeri, sehingga penyedia jasa menaikkan harga sesuai kondisi pasar. Sementara itu, harga Kacang Panjang mengalami peningkatan disebabkan oleh pasokan yang terbatas dan produksi yang menurun, akibat masih terus berlanjutnya musim hujan di Balikpapan, yang juga mendorong meningkatnya biaya usaha tani.

Baca Juga:   Korban Tenggelam di Pantai Manggar, Ditemukan Meninggal Dunia

“Di sisi lain, penyumbang deflasi di Kota Balikpapan terutama bersumber dari kelompok Pakaian dan Alas Kaki dengan andil sebesar -0,04% (mtm). Adapun lima komoditas penyumbang deflasi tertinggi di Kota Balikpapan pada bulan Juni 2025 yaitu daging ayam ras, angkutan laut, cabai rawit, pengharum cucian/pelembut, dan bensin. Daging ayam ras mengalami penurunan harga, didorong oleh pasokan yang cukup dan distribusi lancar, dan permintaan yang menurun pasca HBKN Idul Adha,” jelasnya.

Sementara itu penurunan tarif angkutan laut sejalan dengan kebijakan stimulus nasional berupa diskon tarif tiket angkutan laut 50 % yang berlaku sejak 5 Juni hingga akhir Juli 2025. Selanjutnya penurunan harga komoditas cabe rawit, didukung oleh pasokan yang meningkat dan distribusi yang lancar, serta permintaan atas komoditas tersebut yang cenderung menurun pasca HBKN Idul Adha. Harga pengharum cucian/pelembut menurun didorong oleh kebijakan retail besar atau distributor yang menurunkan harga.

“Sementara itu, penurunan harga bensin disebabkan oleh penurunan harga BBM Pertamina Nonsubsidi Pertamax Series dan Dex Series yang berlaku per 1 Juni 2025,” tambah Robi.

Berbeda dengan Kota Balikpapan, IHK Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) pada bulan Juni 2025 mengalami deflasi sebesar 0,22% (mtm). Sementara itu, inflasi tahun kalender (Januari-Juni 2025) tercatat sebesar 1,84% (ytd). Lebih lanjut, inflasi IHK Kab. PPU tercatat mengalami inflasi sebesar 1,26% (yoy), lebih rendah dibandingkan nasional yang tercatat inflasi 1,87% (yoy) dan juga lebih rendah dibanding inflasi gabungan 4 Kota di Provinsi Kalimantan Timur yang tercatat sebesar 1,62% (yoy).

Baca Juga:   Jelang Upacara HUT RI Ke-79, Satgas Ops Nusantara Mahakam Rutin Gelar Patroli Amankan Pembangunan IKN

“Kelompok penyumbang terbesar deflasi di Kab. PPU terutama bersumber dari Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau dengan andil deflasi sebesar 0,22% (mtm). Sementara itu, 5 komoditas penyumbang deflasi tertinggi di Kab. PPU adalah daging ayam ras, ikan tongkol, ikan kembung, jeruk, dan sawi hijau. Daging Ayam Ras mengalami penurunan harga, didorong oleh pasokan yang cukup dan distribusi lancar, seiring dengan telah masuknya pasokan ayam beku dari Jawa dan permintaan yang menurun pasca HBKN Idul Adha,” ujar Robi lagi.

Penurunan harga ikan tongkol dan ikan kembung didukung oleh meningkatnya hasil tangkapan untuk kedua komoditas ikan tersebut, sejalan dengan mulai masuknya periode ikan plagis (termasuk ikan layang dan ikan tongkol), di tengah permintaan yang cenderung tetap. Sementara itu, penurunan harga jeruk dan sawi hijau didukung oleh kelancaran pasokan dan distribusi sehingga mendukung kecukupan stok.

“Selanjutnya lima komoditas yang menjadi penyumbang inflasi tertinggi di Kab. PPU adalah tomat, beras, bawang merah, sigaret kretek tangan (SKT), dan kacang panjang. Peningkatan harga tomat disebabkan oleh penurunan produksi dan meningkatnya biaya produksi akibat musim hujan yang masih terus berlangsung. Kenaikan harga beras disebabkan oleh pasokan yang terbatas, di tengah permintaan yang cenderung tetap. Sementara itu, kenaikan harga bawang merah disebabkan oleh terbatasnya produksi akibat curah hujan yang tinggi di daerah sentra produksi,” tegasnya.

Baca Juga:   Duh, Pria di Balikpapan Nekat Curi CD Hanya untuk Onani

Peningkatan harga SKT disebabkan oleh beberapa distributor dan toko lokal yang tetap mempertahankan margin dengan menaikkan harga jual. Sementara itu, kenaikan harga kacang panjang disebabkan pasokan yang terbatas dan produksi yang menurun, akibat masih terus berlanjutnya musim hujan, yang juga mendorong meningkatnya biaya usaha tani.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan bersama Pemerintah Daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Balikpapan, Kab. Penajam Paser Utara, dan Kab. Paser akan terus bersinergi untuk melakukan pengendalian inflasi daerah melalui pemantauan tingkat harga sejumlah komoditas bahan pokok secara periodik, identifikasi, dan mitigasi risiko peningkatan harga, serta kebijakan pengendaliannya yang ditetapkan dalam high level meeting TPID, mendorong penguatan, dan perluasan kerja sama antar daerah (KAD), serta peningkatan efektivitas toko penyeimbang; pelaksanaan gelar pangan murah dan operasi pasar secara periodik; dan gerakan pemanfaatan lahan pekarangan untuk hortikultura.

“Ke depan, Bank Indonesia akan senantiasa bersinergi dengan berbagai pihak melalui program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) untuk menjaga tingkat inflasi daerah pada rentang sasaran inflasi nasional 2025, yaitu sebesar 2,5% ± 1%, serta mengimplementasikan roadmap pengendalian inflasi daerah tahun 2025-2027,” tutupnya.

Penulis: Aprianto

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img