spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Gagal Ngebut, Digitalisasi KTP Malah Jadi Lahan Penipuan

SAYA masih ingat ketika pemerintah mulai gencar mensosialisasikan Identitas Kependudukan Digital (IKD) pada 2023. Waktu itu gaungnya meyakinkan: pelayanan publik akan bertransformasi penuh ke sistem digital. Perbankan, fasilitas kesehatan, hingga administrasi kependudukan dijanjikan cukup diakses lewat handphone.

Saya pun segera ikut mendaftar. Rasanya cukup aman, sebab bila KTP fisik hilang, jejak digital tetap tercatat di sistem.

Faktanya, dua tahun berjalan, optimisme itu tak sejalan dengan kenyataan di lapangan. Target nasional aktivasi IKD sebesar 30 persen dari wajib KTP-el belum tercapai merata. Per Mei 2024, jumlah pengguna IKD baru sekitar 9,4 juta jiwa, atau sekitar 5 persen dari total wajib KTP-el. Beberapa daerah memang melampaui target, tetapi banyak daerah lain masih tertinggal jauh, bahkan di bawah angka 10 persen.

Di Bontang, hingga awal Agustus 2025, tercatat baru 6.171 warga yang mengaktifkan IKD dari total 135.639 penduduk yang telah melakukan perekaman KTP elektronik. Capaian ini baru mencapai 4,55 persen, jauh di bawah target nasional. Kepala Disdukcapil Bontang, Budiman, mengakui hambatan terbesar terletak pada sinkronisasi data nasional yang belum sepenuhnya terhubung dengan berbagai fasilitas publik. “Kalau sudah terintegrasi, masyarakat pasti datang sendiri tanpa perlu dijemput bola,” ujarnya saat berdiskusi dengan saya di stan Disdukcapil pada Festival UMKM Berbenah di Lapangan Bessai Berinta, beberapa hari lalu.

Baca Juga:   Festival UMKM Berbenah, Saatnya Lang-Lang Jadi Pusat Ekonomi Warga Bontang
Saya (tengah) bersama Kepala Disdukcapil Bontang Budiman (kiri) dan Kabid PIAK Disdukcapil Muhammad Thamrin (kanan) di area Festival UMKM Berbenah.

Yang lebih meresahkan, program ini justru membuka celah bagi modus penipuan. Budiman mengaku beberapa kali mendapat telepon dari kepala OPD yang menanyakan tentang staf yang mengaku bisa membantu aktivasi IKD. Modusnya sama: korban diminta menyerahkan KTP, KK, bahkan kode OTP dengan dalih mempercepat proses. Padahal, itu hanya jebakan. Data pribadi lantas disalahgunakan untuk kepentingan ilegal. Celah inilah yang dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab.

Padahal pemerintah pusat menekankan bahwa IKD punya manfaat besar, termasuk efisiensi anggaran. Dirjen Dukcapil saat itu, Zudan Arif Fakrulloh, menyebut penggunaan IKD bisa menghemat APBN sekitar Rp13–14 ribu per keping KTP elektronik. Jika dikalikan kebutuhan nasional, penghematan mencapai miliaran rupiah setiap tahun. Targetnya, hingga akhir 2023 sedikitnya 25 persen penduduk ber-KTP elektronik—sekitar 50 juta orang—sudah beralih ke IKD. Tetapi sejak awal Zudan mengingatkan, target itu sulit tercapai jika hanya mengandalkan kedatangan warga ke kantor Dukcapil.

Pernyataannya terbukti. Hingga kini, progres masih jauh di bawah target. Persoalan utama terletak pada infrastruktur digital yang belum merata. Di banyak daerah, khususnya wilayah timur, koneksi internet kerap terputus sehingga hasil perekaman tidak terkirim. Kondisi blank spot inilah yang membuat program berbasis aplikasi seperti IKD sulit berjalan efektif. Alih-alih mempercepat layanan, kendala jaringan justru menambah panjang daftar keluhan masyarakat.

Baca Juga:   Kolaborasi Beleng-Beleng & Media Kaltim, Gelar Turnamen Golf Skala Nasional dengan Lucky Draw Mobil

Jika dibandingkan dengan negara tetangga, posisi Indonesia makin tertinggal. Singapura dengan Singpass telah menjangkau lebih dari 97 persen warganya dan terkoneksi ke ribuan layanan publik. Malaysia lewat MyKad dan MyDigital ID bahkan mulai mempertimbangkan registrasi wajib untuk mempercepat adopsi. Vietnam lebih progresif dengan VNeID, yang tidak hanya menyimpan identitas, tetapi juga terhubung ke perbankan, layanan sosial, hingga e-wallet. Sementara itu, Indonesia masih berkutat di angka belasan persen, terhambat birokrasi berbelit, infrastruktur yang belum merata, dan literasi digital rendah.

Pertanyaannya, apa sebenarnya roadmap pemerintah? Regulasi sudah ada, seperti Permendagri No. 72/2022, dan target Indonesia Go Digital 2025 terus digaungkan. Bahkan pada awal 2025, Dirjen Dukcapil yang baru, Teguh Setyabudi, menegaskan komitmen efisiensi anggaran dan percepatan transformasi digital dengan target minimal 30 persen perekaman KTP-el beralih ke IKD. Namun tanpa langkah konkret, semua itu hanya akan jadi slogan.

Pemerintah harus memastikan tiga hal: pemerataan infrastruktur digital, perlindungan data pribadi yang kuat, dan integrasi layanan publik dari perbankan hingga pendidikan. Tanpa itu, IKD hanya akan jadi jargon digitalisasi tanpa manfaat nyata. Lebih buruk lagi, jurang digital makin lebar dan janji pelayanan publik berbasis digital tinggal mimpi di atas kertas. (*)

Baca Juga:   Angela–Suhuk Dilantik: Estafet Ayah ke Putri, Mahulu Melaju

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img