BALIKPAPAN – Hotel Royal Suite Balikpapan dulunya merupakan Guest House milik Pemprov Kaltim, dibangun dengan dana APBD sekitar Rp60 miliar. Namun, fakta di lapangan memperlihatkan aset publik ini kini beralih fungsi menjadi hotel komersial, bahkan sebagian ruangannya digunakan sebagai tempat karaoke dewasa dan bar minuman keras.
Fakta ini terungkap dalam kunjungan langsung Komisi I DPRD Kaltim pada 15 Mei 2025 lalu, sebagaimana tercatat dalam notulen resmi rapat yang diterima redaksi Mediakaltim.com.
Berdasarkan peninjauan, Komisi I menemukan 7 ruangan di hotel tersebut telah dialihfungsikan menjadi tempat hiburan malam. Fasilitas tersebut mencakup karaoke dewasa dan bar beralkohol. Penjualan alkohol diketahui memiliki izin dari instansi terkait, namun legalitas aktivitas karaoke dewasa masih dipertanyakan.
Lokasi hotel ini pun sangat strategis. Berada di pusat kota Balikpapan, tepatnya di Jalan Syarifuddin Yoes, bersebelahan dengan Rumah Jabatan Wali Kota Balikpapan.
Yang lebih parah, PT Timur Borneo Indonesia (TBI) sebagai mitra pengelola tidak hanya menyalahgunakan fungsi ruang, tetapi juga menunggak kewajiban kontribusi tetap tahunan selama delapan tahun berturut-turut.
Tunggakan itu mencapai Rp14,2 miliar, dengan rincian dari tahun 2018 hingga 2025. PT TBI hanya pernah membayar sebagian dari tunggakan tahun 2018 sebesar Rp418 juta.
Menurut penjelasan dari Kabiro Umum Setdaprov Kaltim Lisa Hasliana, kerja sama awal dilakukan sejak 10 Desember 2016 untuk jangka waktu 30 tahun dengan nilai kontribusi Rp618 juta per tahun dan kenaikan 5% setiap tahun. Namun sejak 2018 tidak ada lagi pembayaran. Bahkan manajemen berganti diam-diam tanpa sepengetahuan Pemprov pada 2022.

Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud mempertanyakan keabsahan kontrak, karena belum ditemukan dokumen persetujuan DPRD atas kerja sama ini. Padahal sesuai UU No. 23 Tahun 2014 dan Permendagri No. 19 Tahun 2016, setiap kerja sama aset harus mendapatkan persetujuan legislatif. Ia juga menyoroti pemanfaatan aset yang berubah tanpa izin, tunggakan, hingga tidak adanya laporan keuangan adalah bentuk wanprestasi.
Wakil Ketua Komisi I, Ir. H. Agus Suwandy, menyebut bahwa lemahnya kontrak karena tidak mencantumkan klausul sanksi adalah akar masalah. Anggota Komisi I Baharuddin Demmu menegaskan kerja sama hanya bisa dilanjutkan bila semua pelanggaran diselesaikan dan kontrak diperbarui total. Sementara itu, anggota DPRD Kaltim lainnya, Yusuf Mustafa, meminta menggandeng Jaksa Pengacara Negara untuk mengusut pelanggaran perdata dan pidana.
Dalam notula itu disebutkan, Manager Hotel Jois Canete mengaku saat pergantian manajemen ada tunggakan Rp2,7 miliar yang diwariskan dari pengelola lama. Ia juga menyampaikan permohonan keringanan untuk mencicil utang hingga tahun 2045, serta menurunkan nilai kontribusi dari Rp618 juta per tahun. Permintaan itu jelas menunjukkan bahwa pihak pengelola tidak memiliki kemampuan finansial dan manajerial yang memadai.


Kabiro Hukum Setdaprov Kaltim, Suparmi, menambahkan bahwa PT TBI sejak awal tidak pernah menyampaikan laporan keuangan dan terus mangkir dari mediasi resmi. Pemprov telah mengeluarkan SP1, SP2, SP3, dan surat pemutusan kontrak, namun hingga kini hotel belum dikosongkan.
Komisi I sudah merekomendasikan tindakan tegas: Pemprov harus segera menguasai kembali aset ini, menurunkan Satpol PP, dan memasang spanduk besar menyatakan bahwa kontrak kerja sama telah diputus.
Setiap langkah hukum harus melibatkan pendampingan Jaksa Pengacara Negara. DPRD juga akan bersurat resmi kepada Gubernur Kaltim untuk meminta klarifikasi dan langkah lanjut atas bobroknya pengelolaan aset tersebut.
Jika Pemprov Kaltim masih punya martabat, segera ambil alih kembali aset ini dan usut siapa yang selama ini membiarkan pelanggaran ini terjadi. Negara tidak boleh kalah dengan penyewa bandel. (*)
Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.
Pemimpin Redaksi Mediakaltim.com