spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Puluhan Nelayan Balikpapan Tuntut Pembatalan Keputusan Menteri Perhubungan

BALIKPAPAN – Puluhan nelayan tradisional di Balikpapan menggelar aksi protes di laut sebagai bagian dari Asia Day of Action, menuntut pembatalan keputusan Kementerian Perhubungan terkait penetapan lokasi pelabuhan alih muat (ship-to-ship) di perairan Balikpapan, Minggu (15/9/2024).

Koalisi masyarakat terdiri dari para nelayan dan kelompok aktivis lingkungan menyuarakan keberatan atas Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KM 54 Tahun 2023 yang menetapkan perairan Balikpapan sebagai lokasi pelabuhan baru.

Mereka mengklaim keputusan tersebut melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan Timur, yang diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2023. Penetapan lokasi pelabuhan tersebut, menurut aktivis tidak sesuai dengan ketentuan RTRW yang menyatakan area tersebut harus difungsikan sebagai kawasan perikanan tangkap.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Timur, Fathur Roziqin Fen, mengatakan aksi ini bertujuan untuk menyelamatkan Teluk Balikpapan dari ancaman industri ekstraktif, terutama aktivitas bongkar muat batu bara.

“Emisi karbon Indonesia meningkat 18,3 persen pada tahun 2022, salah satunya akibat penggunaan energi fosil, khususnya batu bara,” kata Fathur, mengutip laporan Global Carbon Project.

Baca Juga:   Jelang Ramadan, Harga Beras dan Telur di Balikpapan Meroket

Fathur menegaskan pelabuhan yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan akan memperburuk krisis lingkungan di kawasan tersebut.

Lebih dari 10.000 nelayan tradisional yang menggantungkan hidup dari perairan Balikpapan dilaporkan terdampak oleh keberadaan pelabuhan tersebut. Mereka terpaksa melaut lebih jauh karena aktivitas pelabuhan mengganggu kawasan penangkapan ikan yang telah lama dimanfaatkan oleh nelayan setempat.

Sementara, Direktur Pokja Pesisir, Mapaselle, menambahkan aksi ini diikuti oleh delapan kapal nelayan yang berlayar di sekitar lokasi yang ditetapkan sebagai pelabuhan.

“Ini merupakan bentuk perampasan ruang nelayan. Kami meminta agar pemerintah mengembalikan wilayah ini sebagai kawasan tangkap nelayan,” tegasnya. (rb)

BACA JUGA