spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Satpol PP Balikpapan Tegaskan Penataan Pedagang Lewat Pendekatan Humanis dan Edukatif

BALIKPAPAN – Penataan pedagang kaki lima (PKL) di Kota Balikpapan kini dilakukan dengan cara yang lebih persuasif dan mengedepankan komunikasi dua arah. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menegaskan bahwa penertiban bukan semata tindakan represif, melainkan bagian dari pembinaan berkelanjutan yang menempatkan kemanusiaan sebagai dasar.

Kepala Satpol PP Kota Balikpapan, Boedi Liliono, mengatakan bahwa pemerintah tidak menutup ruang bagi masyarakat untuk berusaha. Namun, setiap kegiatan usaha tetap harus sesuai aturan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan.

“Selama pedagang memiliki izin dan menempati lokasi yang sesuai, kami tentu tidak akan menghalangi. Yang kami tertibkan adalah mereka yang berjualan di zona terlarang atau tanpa izin resmi,” ujarnya, Selasa (4/11/2025).

Menurut Boedi, proses pembinaan dilakukan secara bertahap — mulai dari teguran lisan, imbauan tertulis, hingga permintaan relokasi bagi pedagang yang menempati area publik seperti trotoar, bahu jalan, atau fasilitas umum. Jika pedagang kooperatif, penertiban berjalan damai tanpa perlu penegakan hukum.

“Kalau mereka patuh pada aturan, berarti pembinaan berhasil. Tapi bila tidak, kami lanjutkan ke tahap administratif seperti Tipiring. Namun, penindakan selalu menjadi langkah terakhir,” jelasnya.

Baca Juga:   Kasus Covid-19 Meningkat di Asia, Balikpapan Masih Aman

Ia mengakui bahwa banyak pedagang memilih lokasi yang dianggap strategis dari sisi keramaian, meski sebenarnya melanggar aturan tata ruang kota. Situasi ini sering memicu penumpukan pedagang di area publik dan mengganggu ketertiban umum. Karena itu, Satpol PP berupaya menyeimbangkan antara kebutuhan ekonomi warga dan kenyamanan lingkungan.

Boedi menegaskan, tujuan utama penataan bukan untuk membatasi mata pencaharian, melainkan menjaga keseimbangan antara aktivitas ekonomi dan keteraturan kota.

“Kami ingin Balikpapan tetap tertib, bersih, dan nyaman bagi semua. Semua proses dilakukan dengan pendekatan humanis, bukan paksaan,” tambahnya.

Lebih jauh, ia menilai bahwa menjaga ketertiban bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat. “Menata kota itu tugas bersama. Cinta terhadap kota berarti ikut menjaga ketertiban dan menghormati aturan,” tegasnya.

Melalui edukasi dan pembinaan berkelanjutan, Satpol PP berharap lahir kesadaran kolektif agar warga bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman, tertib, dan mendukung aktivitas ekonomi yang berkeadilan.

Penulis: Aprianto

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img