spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Jogging Pagi di Gunung Pasir: Jejak Sinar Pancasila dan Smala

KAMIS pagi, 23 Oktober, saya dan istri jogging santai di kawasan Gunung Pasir, Balikpapan. Biasanya saya hanya melintas dengan kendaraan, tapi kali ini saya ingin berjalan perlahan, menikmati setiap sudut yang dulu begitu akrab di masa sekolah.

Dari depan Hotel Gran Senyiur, kami berjalan melewati rumah jabatan Ketua DPRD Balikpapan, lalu menyeberang ke jalan di samping gedung SMAN 1 Balikpapan. Udara pagi masih sejuk, matahari baru muncul dari ufuk timur, dan suasana kota masih lengang.

Langkah saya pelan, menyusuri jalur di kawasan yang sejak lama dikenal sebagai lingkungan sekolah Gunung Pasir. Kawasan ini menjadi tempat tumbuhnya banyak generasi Balikpapan.

Dalam radius beberapa ratus meter, berdiri sekolah-sekolah yang menyimpan banyak cerita. SMP Negeri 1, SMP Negeri 2, SMAN 1, serta sekolah swasta seperti SMP dan SMK Sinar Pancasila, dan SMP/SMA Yayasan Pendidikan Islam (YPI).

Saya berhenti di depan Yayasan Pendidikan 17 Agustus 1945 Balikpapan, tempat bernaungnya SMP, SMK, dan SMA Sinar Pancasila. Di sinilah saya menempuh pendidikan SMP hingga lulus tahun 1994. Dari luar gerbang, saya menatap papan nama yang masih kokoh dengan tulisan biru: “SMP–SMK Sinar Pancasila.”

Baca Juga:   Melawan Zona Nyaman: Visi dan Aksi Neni Moerniaeni Bangun Bontang

Di balik tembok itu dulu saya belajar menjadi siswa yang disiplin, tekun, dan tahu cara menghargai guru. Saya tidak masuk ke dalam, hanya berdiri di luar pagar, sambil mengingat kenangan masa sekolah.

Saya di kawasan Bendali Telagasari, salah satu titik ikonik di lingkungan Gunung Pasir, Balikpapan. Foto: Rini/Media Kaltim

Dari sana, saya melangkah menuju Bendali Telagasari. Di bawah rindangnya pepohonan, saya berhenti di depan tulisan biru bertuliskan BENDALI TELAGASARI. Tempat ini masih menjadi titik ikonik di kawasan Gunung Pasir. Tenang, sejuk, dan menyimpan banyak cerita. Dulu saya sering melewati bendali ini sepulang sekolah, bahkan kadang memancing ikan lele dan sepat bersama teman-teman.

Nama Telaga Sari berasal dari kata telaga, merujuk pada kolam besar yang sejak dulu berfungsi menampung air dari kawasan perbukitan Gunung Pasir. Dulu, kolam ini menjadi tempat warga memancing ikan, sekaligus area resapan air alami sebelum ditata ulang menjadi bendali.

Kini kawasan ini tampak lebih tertata dengan pagar dan trotoar baru. Namun bagi sebagian warga, Bendali Telagasari juga dikenal lewat cerita-cerita mistis yang sudah lama beredar. Mulai dari penampakan di malam hari hingga suara-suara aneh dari permukaan air. Benar atau tidak, kisah-kisah itu tetap hidup, menjadi bagian dari ingatan lama warga Balikpapan.

Baca Juga:   Dari Koran ke Platform Digital: Ajid Kurniawan dan Wajah Baru SPS Kaltim

Perjalanan pagi itu saya lanjutkan ke arah bawah menuju Jalan Ahmad Yani. Di sisi kiri jalan, terlihat aktivitas pekerjaan galian. Menandakan kota ini masih terus berbenah.

Setelah melewati simpang tiga, saya berbelok masuk ke Gang Tirta Sari. Di gang inilah dulu saya tinggal. Saya mencoba mengingat setiap belokan kecil yang dulu saya lewati hampir setiap hari.

Saat masih sekolah, saya sering berjalan kaki melewati gang-gang kecil ini menuju arah Jalan RE Martadinata, lalu menembus kembali ke kawasan Gunung Pasir. Kini, sebagian gang sudah berubah menjadi jalan besar yang bisa dilalui mobil. Tapi jejak masa itu tetap terasa di benak saya.

Suasana depan SMAN 1 Balikpapan yang juga pernah menjadi lokasi SMAN 5 sebelum pindah ke kawasan ringroad. Foto: Rini/Media Kaltim

Langkah saya berakhir di depan SMAN 1 Balikpapan, sekolah yang dulu juga menjadi lokasi SMAN 5 (Smala) Balikpapan. Di sinilah saya menyelesaikan masa SMA sebelum SMAN 5 pindah ke kawasan ringroad. Gedungnya kini lebih tertata dan sudah banyak berubah, dengan pagar tinggi dan taman yang rapi.

Bagi saya, Gunung Pasir menyimpan banyak kenangan. Dari SMP Sinar Pancasila tempat saya belajar banyak hal hingga SMAN 5 yang penuh semangat muda, semuanya menjadi bagian dari perjalanan yang tak pernah saya lupakan. (*)

Baca Juga:   Pahitnya Menang Lelang Negara (3): Kronologi Lelang dan Bukti yang Berbicara

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img