HARI INI, Selasa (23/9/2025), menjadi catatan tersendiri bagi saya. Untuk pertama kalinya, saya mendapat undangan resmi menghadiri acara ramah tamah pelantikan kepala daerah.
Undangan itu dikirim langsung Pemkab Mahakam Ulu (Mahulu), tertulis jelas nama institusi: Pimpinan Media Kaltim. Bagi saya pribadi, ini bukan sekadar seremonial. Ada rasa istimewa, karena Mahulu adalah satu-satunya daerah di Kaltim yang kepala daerahnya baru dilantik setelah melewati jalan panjang: pemungutan suara ulang (PSU) dan sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pelantikan Angela Idang Belawan dan Suhuk sebagai Bupati dan Wakil Bupati Mahakam Ulu periode 2025–2030 digelar di Pendopo Odah Etam, Kantor Gubernur Kaltim, Samarinda. Dan malamnya, rangkaian acara dilanjutkan dengan ramah tamah di Fugo Hotel, Samarinda.
Acara ini mengumpulkan banyak pihak. Mulai dari pejabat, tokoh masyarakat, hingga insan pers. Saya mendapat informasi awal dari Kepala Biro Kubar-Mahulu Media Kaltim, Taufiq Hartommy, yang akrab saya panggil Ichal. Bahkan ia menyampaikan pesan khusus dari Humas Pemkab Mahulu agar memastikan pimpinan Media Kaltim hadir.
Mengikuti proses panjang Pilkada Mahulu sejak PSU, saya tahu betul betapa melelahkannya tarik-menarik klaim kemenangan. Putusan MK pada 8 Juli 2025 akhirnya menutup semua sengketa. Permohonan Novita Bulan–Artya Fathra Marthin ditolak karena tidak memenuhi ambang batas selisih suara. Tudingan politik uang pun terbantahkan. Angela–Suhuk dinyatakan sah sebagai pemenang dengan selisih 2.302 suara. Putusan ini final, mengikat, dan menutup ruang gugat.
Kini, seluruh proses itu bermuara pada pelantikan hari ini. Gladi bersih sudah dilakukan, pengamanan disiapkan, dan masyarakat menanti dengan harapan: Mahulu kembali damai, kembali bersatu. Saya mencatat pernyataan Angela. “Kami ingin masyarakat Mahulu kembali guyub seperti dulu, sehingga kita bisa membangun bersama-sama,” tandasnya.
Bagi saya, Demokrasi bukan hanya soal siapa yang menang atau kalah, melainkan bagaimana kita menata ulang kehidupan bersama setelah semua perbedaan usai.
Ramah tamah di Fugo Hotel malam ini menjadi ajang rekonsiliasi. Wadah untuk merajut kembali kebersamaan. Tidak ada lagi kubu 01, 02, atau 03. Yang ada hanya Mahulu, dengan seluruh energi dan potensinya
Dalam konteks pelantikan ini, saya merasa undangan yang saya terima punya makna lain. Media bukan hanya pelengkap acara, melainkan mitra strategis yang harus mengawal jalannya pemerintahan baru. Sebab demokrasi tanpa pengawasan publik akan menjelma jadi kekuasaan tanpa batas.
Mahulu telah melewati satu tahun penuh drama. Energi masyarakat terkuras untuk urusan sengketa. Kini saatnya energi itu diarahkan untuk pembangunan. Angela–Suhuk punya beban besar sekaligus kesempatan emas untuk membuktikan bahwa mandat rakyat tidak disia-siakan. Infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga keterisolasian kampung-kampung di perbatasan adalah PR nyata yang menunggu.
Pelantikan ini bukan akhir, tapi awal. Tugas kita bersama mengawal Mahulu agar keluar dari konflik politik dan bergerak dengan kerja nyata. Ramah tamah malam ini saya maknai sebagai awal pemulihan: Mahulu butuh persatuan, bukan perpecahan. (*)
Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.