spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

7 Tahun Mangkrak, Eks Bandara Temindung Jadi Sarang Narkoba dan Prostitusi, Siapa yang Bertanggung Jawab?

SUDAH tujuh tahun sejak Bandara Temindung ditutup pada 23 Mei 2018. Saat itu, Gubernur (alm) Awang Faroek Ishak resmi memindahkan seluruh operasional penerbangan ke Bandara APT Pranoto. Sejak penutupan itu, lahan eks Temindung seluas 13 hektare seakan dibiarkan terbengkalai. Ironis, di tengah derasnya aliran APBD Kaltim yang berlimpah saat itu, pemerintah justru gagal mengelola aset berharga ini.

Saya masih ingat betul, terakhir kali masuk ke kawasan eks Bandara Temindung pada Agustus 2023. Kala itu, Media Kaltim Network bersama Dandim 0901/Samarinda menggelar Dandim Cup 2023 di runway Temindung.

Rangkaian acaranya luar biasa lengkap: ada lomba drag race motor di lintasan bekas runway yang sangat representatif, safety riding motor Harley Davidson, bazar UMKM, fashion show sporty competitionmodern dancer sporty competition, kontes modifikasi motor, hingga live musik band top 40. Sebagai puncak, ada jalan sehat Merah Putih Media Kaltim dan lomba 17-an untuk masyarakat sekitar.

Pengalaman itu menunjukkan bahwa eks bandara bukan sekadar lahan tidur. Tempat ini punya daya tarik. Punya daya dorong ekonomi, sosial, sekaligus olahraga. Runway yang dulunya dipakai pesawat bisa dimanfaatkan untuk ajang otomotif. Area lapangannya sanggup menampung ribuan warga untuk jalan sehat. Atmosfernya bahkan mampu menghidupkan UMKM lewat bazar. Singkatnya, Temindung sangat layak menjadi ruang publik representatif.

Baca Juga:   CIMB Niaga 70 Tahun: Digitalisasi ‘Senjata’ Melawan Dominasi Bank BUMN

Sayangnya, setelah itu kawasan ini kembali muncul di pemberitaan dengan wajah berbeda. Bukan karena prestasi, melainkan karena razia narkoba, prostitusi, hingga aktivitas liar. Ironis, aset yang pernah menjadi pusat kebanggaan kota, kini lebih sering diberitakan sebagai sarang penyakit masyarakat. Termasuk pada Minggu (14/9/2025) dini hari tadi, Satpol PP kembali menggerebek kawasan ini dan mengamankan tujuh remaja, baik laki-laki maupun perempuan.

Sejumlah remaja diamankan petugas gabungan saat razia di kawasan eks Bandara Temindung, Minggu (14/9) dini hari.

Padahal, sejak awal wacana pemanfaatan sudah digagas. Ada opsi menjadikannya pusat bisnis seperti Kemayoran. Ada pula wacana melelang dan menggandeng swasta, dengan penilaian aset Pemprov Kaltim dan Kemenhub oleh DJKN. Pemkot Samarinda bahkan pernah mengusulkan agar sebagian kawasan dijadikan polder penampungan air untuk mengurangi banjir, dengan pusat bisnis berdiri di atasnya. Gagasan banyak, tapi eksekusi nyaris tak ada.

Setiap kali aparat melakukan razia, kita makin sadar bahwa lahan ini dibiarkan mangkrak. Bangunan kosong berubah fungsi jadi tempat maksiat. Terminal dan hanggar yang dulu ramai kini tinggal cerita horor. Lebih parah lagi, muncul bangunan liar, warung tak berizin, bahkan oknum yang berani mengintimidasi aparat saat ditertibkan.

Baca Juga:   Menimbang Keadilan dalam Perkara Anak di Bontang

Pertanyaannya, siapa yang salah? Apakah Pemprov Kaltim yang lamban mengambil keputusan? DPRD Kaltim yang lemah dalam pengawasan? Atau masyarakat yang permisif membiarkan kawasan strategis ini berubah menjadi titik gelap kota? Jawabannya bisa beragam. Namun satu hal pasti: pemilik aset, dalam hal ini Pemprov Kaltim, memikul tanggung jawab utama.

Hari ini Kaltim bicara soal Ibu Kota Nusantara (IKN), soal peradaban baru dan smart city. Tetapi di jantung Samarinda, kita gagal memberi contoh pengelolaan aset publik. APBD triliunan, tetapi tak satu pun dialokasikan untuk memaksimalkan Temindung.

Eks Bandara Temindung adalah bukti nyata kegagalan manajemen aset daerah. Bukti lambannya eksekusi perencanaan, sekaligus potret birokrasi yang berjalan di tempat. Jika pemerintah serius membangun keberlanjutan, tidak seharusnya butuh tujuh tahun hanya untuk menentukan nasib satu kawasan.

Kini waktunya menjawab. Bukan dengan wacana, bukan dengan razia yang sekadar jadi rutinitas, melainkan dengan langkah nyata. Jadikan eks Bandara Temindung kembali bernilai, kembali hidup, dan benar-benar menjadi kebanggaan warga Samarinda, bukan sekadar berita buruk yang terus berulang. (*)

Baca Juga:   Penghapusan Denda PBB-P2 di Bontang: Niat Wali Kota Meringankan vs Birokrasi yang Membelit

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img