Catatan Rizal Effendi
SAYA senang bisa bertemu Prof Dr H Jimly Asshiddiqie, SH, MH. Ahli hukum tata negara yang sekarang ini duduk sebagai anggota DPD-RI saat berkunjung ke Kota Beriman. Dia datang ke Balikpapan atas undangan Universitas Mulia (UM).
Ada dua acara digelar di kampus bergaya Eropa dan Cheng Ho itu. Selasa (26/6) malam, “Mulia Gathering” dengan menghadirkan Prof Jimly bersama mantan gubernur Isran Noor. Besoknya ada kuliah umum untuk para mahasiswa.
“Saya senang Prof Jimly mau datang. Selama ini saya melihat beliau hanya lewat TV dan medsos saja. Mudah-mudahan Jimly School mau bekerja sama dengan kita,” kata Dr Agung Sakti Pribadi, direktur eksekutif UM.
Jimly School of Law and Government (JSLG) adalah sekolah kepemimpinan politik dan hukum yang didirikan Prof Jimly. Ada cabangnya juga di Surabaya. Para calon politisi dan ahli hukum banyak yang belajar di lembaga ini.
Prof Jimly sangat populer ketika menjadi ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), yang mengadili Ketua MK Anwar Usman, Februari 2024 lalu. Wajahnya berminggu-minggu tampil di layar televisi dan media sosial. “Ya saya tampil terus di layar TV,” katanya tertawa.
Setelah mendarat di Bandara SAMS Sepinggan, Prof Jimly diajak ke restoran kepiting Dandito. Ini restoran kepiting terenak di Balikpapan. “Pesan saja kepiting jika mau, tapi saya nggak bisa makan. Asam urat saya agak tinggi,” katanya tersenyum.
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam Ilmu Hukum Tata Negara ini berusia 68 tahun. Juga sempat mengenyam pendidikan di Universitas Leiden, Belanda. Dia dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan, 17 April 1956. “Ikan-ikan di tempat saya sama dengan di Kalimantan. Ikan air tawar. Ada ikan patin, seluang, dan lainnya. Juga ada tempoyak,” ujarnya.
Tempoyak itu adalah jenis makanan khas etnis Melayu di pulau Sumatera dan Kalimantan. Dibuat dari buah durian yang sudah difermentasi. Enak sekali dibuat sambal. Sambal tempoyak punya cita rasa yang khas.
Dalam acara Mulia Gathering, Isran Noor (IN) juga menimpali. “Itu ikan patin yang enak, kalau bagian perutnya kekuning-kuningan,” katanya. Itu dia ucapkan setengah bercanda. Prof Jimly pun tertawa.
Rektor UM Prof Ahsin Rifa’i yang hadir juga tersenyum. Dia guru besar ilmu perikanan dan kelautan Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin. Skripsinya membahas ikan toman (Channa micropeltes), salah satu jenis ikan tawar dari keluarga iwak haruan (gabus).
Ikan toman sangat baik untuk penderita hypoalbuminemia atau mereka yang kadar albuminnya rendah di dalam tubuh. Juga mempercepat proses penyembuhan luka.
Panitia menayangkan profil Prof Jimly dan Isran. Termasuk juga profil saya ketika masih menjadi wali kota Balikpapan. Mereka berdua bingung siapa yang menjadi moderator. Setelah saya jelaskan bahwa saya yang bertugas, mereka baru ngeh. Ya saya dapat kehormatan dari Universitas Mulia, karena profil saya juga ditampilkan.
Saya senang dalam video itu ditampilkan saat saya bersalaman dengan Presiden Jokowi dan Menteri PUPR Basuki Hadi muljono, yang saat ini juga Plt Ketua Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN). Itu momen ketika Jokowi meresmikan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Manggar, Balikpapan Timur, Rabu, 18 Desember 2019.
Rasanya itu TPA terbaik di Indonesia, yang peresmiannya langsung oleh Presiden. Dia memuji TPA Manggar. “Hijau, tidak bau, bersih dan pembangunannya tidak memakan biaya begitu banyak, yaitu Rp160 miliar,” kata Jokowi kepada wartawan seusai peresmian.
KALIMANTAN DILUPAKAN
Berbicara di depan ratusan tokoh Balikpapan dan para mahasiswa, Prof Jimly mengungkapkan bahwa Kalimantan itu selama ini memang dilupakan atau terlupakan. Baik dari segi pembangunan maupun catatan sejarah.
Dia sempat menyinggung Sultan Hamid II dari Pontianak, Kalbar. Tokoh yang jadi polemik dalam pembahasan pemberian gelar Pahlawan Nasional. Meski dia diakui sebagai orang yang mendesain lambang negara, Burung Garuda Pancasila.
Sebagai Wakil Ketua Dewan Gelar dan Tanda Kehormatan Republik Indonesia (DGTK-RI) dua periode (2010-2015 dan 2015-2019), Prof Jimly sempat terlibat dalam pembahasan tokoh Sultan Hamid II, yang diajukan oleh Yayasan Sultan Hamid II sebagai pahlawan nasional.
Sultan Hamid II dianggap sosok pro Belanda dan Indonesia. Apalagi pangkatnya dinaikkan dari kolonel menjadi mayor jenderal di Negeri Belanda. Tapi dia bersama Belanda karena lagi berperang melawan Jepang.
Prof Jimly memuji peran Isran Noor sebagai gubernur Kaltim, yang akhirnya pada tanggal 26 Agustus 2019, Presiden Jokowi mengumumkan IKN ditetapkan di wilayah administratif Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) di Kalimantan Timur.
Alasan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan, di antaranya terkait kondisi Jakarta yang terlalu berat bebannya dan terancam tenggelam. Hal itu diungkapkan lagi oleh Prof Jimly sambil menunjuk keadaan di Marunda.
Sebelumnya Isran mengungkapkan, Provinsi Kaltim berada di urutan ke-3 setelah Kalteng dan Kalbar. Tapi dia berhasil meyakinkan Jokowi di antaranya dari faktor sosial budaya dan ekonomi, di mana Kaltim satu-satunya provinsi di Kalimantan yang tidak pernah terjadi kerusuhan sosial. Selain juga dari kekuatan sumber daya alamnya yang besar.
Kelak jika pemerintahan di IKN sudah berjalan lancar, Prof Jimly menilai Isran Noor layak menjadi gubernur IKN pertama. Karena tokoh lokal yang sangat kuat dan mengetahui perjalanan sejarah IKN. “Biar Pak Rizal jadi gubernur Kaltim menggantikan Pak Isran,” katanya melirik saya sambil tersenyum.
Dia juga menilai pemindahan ibu kota negara memang butuh orang seperti Presiden Jokowi. Ngotot dan punya keyakinan kuat. Bahwa timbul riak pro dan kontra, itu biasa. Tapi orang Kaltim layak membela IKN, karena banyak keuntungan yang didapat.
“Sebagai orang Palembang, saya juga mau kalau ibu kota negara ditetapkan di tanah kelahiran saya,” ujar Prof Jimly. Apalagi awalnya Palembang memang termasuk salah satu calon yang dipertimbangkan. Keunggulannya karena Palembang kota bersejarah, bekas ibu kota kemaharajaan Sriwijaya.
Prof Jimly menegaskan bahwa pembangunan IKN sebagai pembangunan peradaban, bukan semata pembangunan yang bertumpu di IKN saja, tetapi harus menjadi pembangunan IKN yang bertumpu pada keterpaduan konektivitas wilayah se Kalimantan khusus Kaltim. Karena itu, dia mendorong universitas dan perguruan tinggi di Kalimantan bersama pemerintah provinsi bersatu padu untuk mengantisipasi dalam menangkap peluang-peluang dengan kehadiran IKN di wilayah ini.
“Buat saja forum Kalimantan Terpadu atau Berpadu dalam menyambut kehadiran IKN terutama dalam hal peningkatan kualitas SDM-nya. Ini Universitas Mulia, Uniba, Unmul dan lainnya bergerak,” begitu usulnya, yang disambut aplaus undangan yang hadir.
Rektor Uniba Dr Isradi Zainal yang hadir sempat menyerahkan buku karyanya tentang IKN kepada Isran dan Prof Jimly. Dia hampir tiap minggu datang ke Sepaku untuk melihat dan memantau kemajuan pembangunan IKN.
Saya lihat di WA grup IKAL Kaltim, para anggotanya yang hadir memuji pelaksanaan Mulia Gathering. IKAL adalah singkatan dari Ikatan Keluarga Alumni Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Ketuanya di Kaltim Sri Wahyuni, sekretaris Provinsi (Sekprov).
“Keren dan bagus banget acara Mulia Gathering di Universitas Mulia. Apalagi yang tampil Prof Jimly dan Pak Isran Noor. Aula tempat acaranya seperti aula di hotel. Sound system dan videotronnya sangat jernih. Peserta sampai pukul 22.30 antusias menyimak,” begitu komentar mereka.
Seusai acara, Pak Isran belum bisa pulang. Dia dan Prof Jimly didaulat peserta yang ingin foto selfie. Mulai dari para tokoh yang hadir sampai sejumlah mahasiswa. “Bapak harus menang lagi, biar Program Beasiswa Kaltim Tuntas bisa ditingkatkan lagi, ya Pak,” kata mereka berpesan kepada IN. (*)